Langsung ke konten utama

Unggulan

Sejarah Ida Ratu Gede Serongga Gianyar dan Bagaimana Desa Serongga menjalin tali silahturahmi dengan Desa Adat lain

    Berbagai cara desa adat di Bali menjalin hubungan baik entah dengan desa tetangga dan lainnya dengan cara tersendiri, namun keunikan lainnya Bali mempunyai cara menjalin hubungan antar desa melalui jalan keRohanian, Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berlandaskan keArifan Lokal.. seperti Desa Serongga Gianyar yang selama ratusan tahun dan hingga kini mengikat tali silahturahmi secara emosional melalui Kepercayaan thdp Tuhan YME, masyarakat mengenangnya melalui sejarah panjang yg diceritakan secara turun menurun kepada anak cucunya,, Serongga mempunyai jalinan Cinta Kasih dgn Desa Tojan Klungkung, Angganing Puri Siangan Gianyar, Desa Lebih dan Desa Tedung Gianyar serta Pasewitraan dgn Desa Tusan Klungkung yang di ikat semua dalam wujud Pasemetonan Ida Bhatara Petapakan, ada pun kepercayaan lokal yang berlandaskan keArifan Lokal masyarakat Desa Serongga mempercayai hal sebagai berikut. 1. Ida Bhatara Ratu Lingsir Pura Penataran Taman Sari Tojan Klungkung, pinaka Ida Bh...

SEJARAH SESUHUNAN DESA ADAT KEDONGANAN

 Awal Mula Munculnya Pertunjukan Kesenian Mepajar di Desa Adat Kedonganan Kabupaten Badung

      Sebelum menjelaskan mengenai awal mula munculnya kesenian Mepajar di Desa Adat Kedonganan Kabupaten Badung, akan dibahas terlebih dahulu mengenai adanya tarian Barong, Telek, serta Topeng. Berdasarkan keterangan yang ada pada Lontar Barong Swari disebutkan bahwa terjadinya tari Barong, Telek, dan Topeng berkaitan dengan cerita Sudamala, yang diawali dengan dikutuknya Dewi Uma menjadi Durga yang kemudian diutus untuk turun kedunia untuk menjalani hukuman, dan bersemayam di Setra Gandamayu. Dalam wujudnya sebagai Durga, beliau bermaksud untuk membuat kekacauan di muka bumi ini. Beliau beryoga menghadap ke lima arah (penjuru) mata angin, dengan menghasilkan Gering Lumintu, sehingga menyebabkan manusia tidak mampu untuk berkutik dalam menghadapi serangan kejahatan yang bersifat niskala itu. Mengetahui hal ini maka Sang Hyang Tri Murti turun kedunia untuk menyelamatkan manusia dan alam beserta isinya dengan merubah wujudnya kedalam tiga wujud manifestasinya. Bhatara Brahma dengan wujud Topeng Bang, Bathara Wisnu berwujud topeng Telek, dan Bathara Iswara berwujud Barong dan Sang Hyang Tri Murti turun bersama-sama untuk ngeruwat alam ini dengan cara menari, sehingga para bhutakala dan segala macam penyakit lainnya dapat di netralisir.

    Munculnya pertunjukan kesenian Mepajar di Desa Adat Kedonganan, menurut penuturan Jero Mangku Anak Agung Ketut Agung belum diketahui secara pasti, dikarenakan tidak adanya lontar-lontar, prasasti, buku, ataupun dokumen-dokumen lainnya yang menjelaskan tentang kesenian ini. Beliau menuturkan sebuah kisah yang didapatkan secara turun temurun dari keluarga Jero Mangku Anak Agung Ketut Agung. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 1 April 2012 bersama Jero Mangku Anak Agung Ketut Agung di kediamannya, beliau mengatakan bahwa awal mula munculnya kesenian Mepajar ini berkaitan dengan cerita keturunan para ksatria Kerajaan Badung.

  Di ceritakan pada zaman kerajaan Badung terdahulu ketika kerajaan Badung dan Mengwi mengalami perselisihan dan mengakibatkan perang yang tidak terlalu besar. Kerajaan Mengwi pada saat itu tidak menginginkan adanya pertumpahan darah, maka pihak Kerajaan Mengwi memilih untuk mengalah kepada Kerajaan Badung. Sejak saat itu sebagian dari wilayah kerajaan Mengwi seperti daerah Kapal, Munggu, hingga ke daerah selatan Bukit, Uluwatu, serta salah satunya daerah Kedonganan menjadi wilayah dari Kerajaan Badung.

    Setelah daerah tersebut dapat dikuasai, akhirnya raja Badung mengutus para ksatria kerajaan Badung untuk menempati daerah kekuasaannya tersebut. Kemungkinan ketika daerah-daerah yang dikuasai tersebut ditempati oleh para ksatria tersebut, para ksatria ini juga membawa serta beberapa rakyatnya serta suatu jenis kesenian yang juga sebagai warisan ataupun bekal para ksatria untuk dapat dilestarikan di daerah yang mereka tempati. Seperti pada awal munculnya kesenian Mepajar di Desa Adat Kedonganan ini bermula ketika adanya punggelan topeng Barong Ket di kediaman Jero Mangku Anak Agung Ketut Agung yang merupakan warisan dari para ksatria Kerajaan Badung. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak I Made Uracana pada tanggal 8 April 2013, beliau juga mengatakan bahwa punggelan topeng Barong Ket ini dahulunya dimiliki oleh Keluarga Besar Jeroan Gelogor Denpasar, karena adanya suatu permasalahan dan tidak adanya yang mengurus akhirnya topeng Barong Ket ini diserahkan ke Keluarga Jeroan Kerandan Pemecutan, di Jeroan Kerandan, topeng Barong Ket ini tidak ada yang mengurusi hingga pada akhirnya topeng Barong Ket ini diserahkan kepada Keluarga Besar Jeroan Kedonganan. Hubungan antara Jeroan Gelogor, Kerandan, dan Kedonganan memiliki hubungan persaudaraan.

Sesuhunan Desa Adat Kedonganan


    Di Jeroan Kedonganan, dahulunya topeng Barong Ket ini diletakkan di bale panjang, setelah berangsur waktu yang sekian lama tenyata topeng Barong Ket ini diyakini memiliki kekuatan yang sangat dahsyat dan mengandung nilai magis yang kuat. Hal ini dibuktikan ketika salah seorang dari keluarga Jero Mangku yaitu Gung Nini Raka dan Gung Nini Rai yang berjualan ketupat ikan, apabila ketika berdagang dan dagangannya tidak ada yang membeli mereka selalu membunyikan topeng Barong Ket tersebut dan sebelum berjualan ia selalu menghaturkan sesajen dan memohon tirta yang ditempatkan pada Barong Ket, lalu tirta tersebut dipercikkan pada barang dagangannya. Ketika berjualan, secara tidak disengaja banyak orang-orang yang mendatangi untuk berbelanja di sana, hingga barang dagangannya laku laris dan habis dibeli oleh banyak pembeli dalam waktu singkat, begitu pun untuk hari-hari berikutnya.

    Selain itu, diceritakan ada salah seorang warga masyarakat luar desa Kedonganan mengalami sakit yang sangat parah, kemudian ia mendatangi untuk bersembahyang dan memohon tirta yang ditempatkan pada Barong Ket tersebut melalui Jero mangku, setelah beberapa hari orang tersebut pun sembuh dan dapat beraktivitas kembali seperti biasanya. Sejak kejadian itu, banyak masyarakat yang datang bersembahyang untuk memohon keselamatan, karena masyarakat meyakini bahwa topeng Barong Ket tersebut memiliki kekuatan supranatural yang dahsyat yang dapat melindungi masyarakat dan desa dari bencana.

    Awal adanya kesenian Mepajar ini diyakini pula dari beberapa keterangan, yakni suatu ketika warga Desa Adat Kedonganan mengalami wabah bencana yang besar, banyak dari warga masyarakat sakit dan meninggal secara mendadak, hasil panen kebun dan ikan yang kurang memuaskan. Karena peristiwa ini, kemudian masyarakat desa memohon petunjuk di Barong Ket tersebut melalui perantara sesajen dan pemangku yang kemudian didapatkanlah sebuah pawisik atau petunjuk yang menginginkan beliau turun untuk nyapuh jagad dengan mesolah. Namun pada saat itu hanya ada topeng Barong Ket saja, kemudian timbul ide dari keluarga Jero Mangku dan masyarakat desa untuk membuatkan badan Barong Ket, Rangda, Telek, Sandar Cenik dan Sandar Gede sebagai pelengkap dalam beliau mesolah dengan nunas taru tapel di Pura Dalem Tengkulung untuk topeng Sandar Cenik, Telek, Sandar Gede, dan Dewa Rangda, sedangkan topeng Rangda Dewa Nini di Pura Dalem.




    Setelah semuanya terbentuk kemudian Barong Ket ini mesolah di Desa Adat Kedonganan yang dipertunjukkan di sekitar perempatan desa, dan pada akhirnya ketentraman dan keharmonisan desa dapat kembali seperti sedia kala. Pada saat itu Barong Ket dan yang lainnya hanya dipertunjukkan pada hari Raya Galungan dan Kuningan saja, namun masyarakat kembali mendapatkan pewisik untuk dipentaskan lagi setiap rahinan Kajeng Kliwon yang kini dikenal dan disebut oleh masyarakat Desa Adat Kedonganan dengan nama Mepajar. Selain mesolah di desa Kedonganan, dahulu Barong Ket serta pertunjukan lainnya pernah mesolah di daerah Tuban, Kuta, dan Pemecutan yang diupah dalam rangka pembayaran sesangi (kaul) karena permohonan masyarakat desa tersebut terpenuhi ketika mereka mapinunas pada Barong Ket tersebut. Selain itu kekuatan sakral Barong Ket ini pernah di uji oleh Cokorda Gambrong dari Puri Pemecutan, apabila Barong Ket ini dapat meruntuhkan pohon beringin di Puri Pemecutan, maka beliau akan memberikan satu barungan gamelan Bebarongan sebagai hadiah. Akhirnya pohon beringin itupun dapat diruntuhkan dan beliau mengakui bahwa Barong Ket ini memiliki kekuatan sakral serta gamelan tersebut digunakan sebagai pengiring pertunjukan Mepajar di Desa Adat Kedonganan.

    Karena pertunjukan ini memiliki kekuatan yang magis dan sakral, maka masyarakat Desa Adat Kedonganan nunas taksu di Pura Desa untuk Barong Ket, Rangda, Telek, Sandar Cenik dan Sandar Gede. Setelah nunas taksu kemudian masyarakat desa berinisiatif membuatkan Rarung untuk menambah pelengkap pertunjukan tersebut. Kemudian Barong Ket dan yang lainnya ini tidak lagi ditempatkan di kediaman Jero Mangku. Untuk menjaga kesakralannya kemudian dibuatkanlah sebuah pura, yaitu Pura Ratu Ayu yang di sungsung oleh masyarakat Desa Adat Kedonganan hingga sampai sekarang.


    


  


Komentar