Berikut ini ini
diuraikan tahapan pembuatan topeng dari Barong dan Rangda
1. Nyanjan.
Proses ini adalah tahap awal pembuatan Barong dan Rangda
dengan didahului matur piuning (mempermaklumkan ke hadapan
Ida Bhatara) di pura tempat dimana nantinya Barong dan Rangda
tersebut disthanakan sebagai pratima. Nyanjan ini biasanya disertai
dengan pertanda gaib berupa adanya pemangku yang kerasukan
Ida Bhatara untuk member petunjuk mengenai direstui tidaknya
pembuatan atau perbaikan (kalau sebelumnya sudah ada) Barong
maupun Rangda. Hasil dari proses Nyanjan di setiap tempat tentu
berbeda-beda, tetapi ada kalanya petunjuk Ida Bhatara lewat Nyanjan
itu sangat terinci, seperti menunjukkan dimana harus dicari bahan
tapel Barong dan Rangda yang akan dibuat. Kalau petunjuk gaib
tersebut menyebutkan bahwa bahan kayu tapel harus dicari di arah
kaja kangin dari tempat pura, maka masyarakat harus menemukan
pohon pule, kepuh, kepah (sesuai petunjuk) ke arah tersebut sampai
kayu dimaksud ditemukan. Dan apabila kayu dimaksudkan sudah
ketemu, maka dilanjutkan dengan mohon izin kepada pemilik kayu
serta permohonan secara gaib. Dari proses ini sering muncul ikatan
gaib antara Barong dan Rangda yang baru dibuat dengan tempat
dimana kayu tersebut diperoleh. Ikatan ini terutama terjadi apabila
kayu bahan tapel tersebut diperoleh di wewidangan pura tententu
atau setra sebuah desa adat. Ikatan gaib dari Barong dan Rangda
dengan tempat bahan tapel itu diperoleh biasanya ditandai dengan
dihadirkannya Barong dan Rangda tersebut pada setiap pujawali di pura tempat bahan tapel itu didapat. Ikatan simbolik ini tentu
membawa ikatan sosial juga antara masyarakat penyungsung
Barong dan Rangda yang baru dibuat itu dengan masyarakat tempat
dimana bahan tapel tersebut diperoleh.
2. Ngepel Kayu / Nunas Taru
Ngepel Kayu adalah proses pemotongan kayu bahan tapel di
pohon yang masih berdiri kokoh, mengingat bahan tapel Barong
dan Rangda tidak boleh berasal dari pohon yang sudah tumbang
ataupun sudah mati walaupun masih berdiri. Diperlukan teknik
khusus untuk memotong bahan tapel agar pohon induk tidak ikut
roboh saar diambil sebagian kayunya. Ngepel kayu pun memilih
hari dewasa ayu, biasanya dilakukan pada saat Tilem dengan
terlebih dahulu memohon izin kepada dewaning taru bersarana
banten Pajati yang berisikan Pras, Ajuman soda, dan Daksina
lengkap dengan pesucian dan segehan cacah.
Video prosesi nunas taru
Sebuah metode bisa ditempuh apabila berkehendak Barong
dan Rangda yang akan dibuat tidak terikat secara sosial-ritual
dengan tempat dimana bahan kayunya diambil. Apabila kedua
pihak sepakat, yaitu antara pemohon kayu bahan tapel dan
pemilik kayu pule, kepuh, kepah, dll bahwa Barong dan Rangda
yang akan dibuat dari bahan tersebut nantinya tidak harus
dihadirkan (katangkilang) pada setiap piodalan di pura tempat
kayu itu dimohon (pemilik kayu), maka untuk memutuskan
ikatan niskala dari unsur kegaiban dapat dilakukan dengan cara
membawa potongan kayu seteleh dipotong dari batangnya ke
segara (laut). Dengan mengikatkan tali pada potongan kayu
tersebut, bahan tersebut dilemparkan ke laut sebagai simbolik
dihanyutkan, tetapi talinya tetap dipegang sehingga potongan
bahan tapel itu tidak hanyut sungguhan. Menurut kepercayaan
Hindu segara adalah di bawah kekuasaan Hyang Baruna
sehingga segala sesuatu yang sudah berada di lautan menjadi
kekuasaannya. Setelah potongan kayu mengapung di air
selanjutnya dilakukan upacara permohonan ke hadapan Bhatara
Baruna, agar berkenan menganugerahkan kayu segara itu untuk
dijadikan pelawatan Barong dan Rangda oleh masyarakat.
Setelah prosesi itu bahan tapel tersebut dibawa pulang dan
secara niskala sudah memutus hubungan dengan tempat dimana
potongan kayu itu didapat sehingga kelak di kemudian hari tidak
ada keharusan nangkilang tapakan tersebut ke tempat bahan
pembuatnya dulu dicari, tetapi cukup turut dihadirkan apabila
dikehendaki secara sukarela.
3. Membuat Barong dan Rangda
Saat Ngepel kayu tersebut krama desa atau penyungsung
pura yang akan menggunakan Barong dan Rangda tersebut turut
datang mendak (menjemput) bahan tersebut disertai gamelan
baleganjur (meski tidak harus demikian) kemudian potongan
kayu kapundut (digotong) pulang dengan berjalan kaki. Bahan
tapel terlebih dahulu kalinggihang (ditempatkan terlebih dahulu
di pura tempat dimana Barong-Rangda tersebut akan dijadikan
sungsungan untuk diberi wastra (pakaian) dan upacara matur
piuning sebagaimana mestinya. Kemudian apabila sudah tiba
waktu mulai pengukiran tapel tersebut, bahan kayu dibawa ke
rumah undagi. Pahatan pertama adakalanya dilakukan oleh
sulinggih sebelum digarap oleh undagi.
Seorang undagi sedang memahat tapel
Waktu (kala) merupakan hal yang sangat penting dalam
pembuatan sebuah pratima yang nantinya diharapkan dapat
mataksu. Pembuatan benda-benda sakral harus dibuat dengan
proses sakral pula, di antaranya pemilihan waktu yang dianggap
keramat, pembuatnya dalam keadaan suci (tidak cuntaka), dibuat
di tempat yang sudah disakralisasi, dan seterusnya.
Saat yang ideal untuk Ngepel atau memotong kayu bahan
tapel Barong dan Rangda ialah ketika jatuh pada sasih Kasa dan
Karo, dan Sada. Pada ketiga sasih ini kayu berada dalam kondisi
yang baik tingkat kekeringannya sehingga memudahkan untuk
diukir. Pada sasih ini pohon-pohonan tidak sedang menyerap
makanan (air) sehingga pori-pori kayu cenderung tertutup.
Keadaan ini menciptakan kayu menjadi tahan lama dan tidak
mudah lapuk. Sementara itu hari yang baik untuk memulai pembuatannya (mengukir tapel) adalah pada Kajeng Kliwon
karena hari itu dianggap sakral (keramat) dimana Dewa Siwa
disebutkan tengah beryoga pada hari tersebut. Oleh karena itu
saat Kajeng Kliwon akan memiliki kekuatan atau daya sakti yang
ampuh untuk membuat Barong ataupun Rangda. Sebagaimana
yang berlaku dalam tradisi Hindu di Bali, hari Pasah hendaknya
dihindari untuk kegiatan-kegiatan penting termasuk pembuatan
tapel untuk tapakan.
Barong dan Rangda yang bisa disebut Barong dan Rangda
adalah yang bentuk fisiknya sudah selesai dan rampung melewati
proses sakralisasi lewat upacara Ngereh di setra. Jadi, sebelum
melalui proses upacara tersebut meskipun benda tersebut sudah
berwujud Barong dan Rangda, maka status benda itu hanya
sebagai “Barong Barongan” dan “Rangda-Rangdaan” atau imitasi
Barong dan Rangda dan tidak dapat difungsikan sebagai tapakan
Ida Bhatara. Khusus untuk proses pembuatan fisik Barong dan
Rangda dapat diuraikan sebagaimana di bawah ini :
A ) Pengumpulan Bahan
Semua jenis bahan yang diperlukan meliputi kayu, rambut,
kain, hiasan, maupun sarana pendukung lain dikumpulkan
dalam suatu tempat tertentu agar mudah penggarapannya dan
menyesuaikan (harmonisasi) ukuran dari tiap bagian Barong dan
Rangda
B) Pengolahan Kayu
Kayu bahan tapel hendaknya diolah terlebih dahulu sebelum
digarap. Kayu bahan sebaiknya direbus dahulu (punpun) dalam air mendidih. Beberapa kalangan menjadikan proses ini sebagai
deteksi bahan Rangda, yaitu apabila air hasil rebusan yang satu
lebih bening dengan yang lain, maka yang air rebusannya lebih
bening dijadikan bahan Rangda Ratu Ayu (cat putih), dan yang air
rebusannya warna kemerahan dijadikan bahan Rangda Ratu Mas
atau bahan tapel Barong. Setelah perebusan cukup, maka kayu
diangin-anginkan dan dilanjutkan dengan pengeringan hingga
bahan siap diukir. Tingkat kekeringan kayu pun harus pas untuk
menghindari terjadinya pengerutan setelah tapel diukir akibat
kadar airnya masih tinggi.
C ). Makalin (Membuat Bakal Tapel)
Kayu yang sudah siap digarap mulai dibentuk dengan
menggarap bakal atau sket globalnya. Biasanya dilakukan dengan
membuat guratan atau sisiran-sisiran kasar yang mengarah pada
bentuk dasar dari wajah Barong dan Rangda. Proses ini disebut
makalin atau membentuk wujud kasar, kalau dalam bangunan
fase ini adalah proses membuat fondasi. Tahap ini merupakan
merekayasa desain awal sehingga setelah terbentuk bakal maka
undagi (tukang pahat) sudah bisa memperkirakan dimana tempattempat untuk memahat mata, hidung, pipi maupun yang lain. Hal
ini dilakukan agar terdapat keserasian posisi atau anatomi wajah
tapel agar memudahkan pemahatan berikutnya.
D), Memahat (ngukir tapel)
Setelah pembuatan bakal atau bentuk dasar rampung, maka
dilanjutkan untuk pemahatan sesuai desain dasar yang ada. Setiap undagi Barong dan Rangda memiliki pengetahuan tentang
alat-alat pahatnya. Setiap alat memiliki fungsi masing-masing
sehingga pemahat tinggal memakai sesuai corak pahatan yang
akan dibuat.
Seorang undagi Barong dan Rangda adalah seorang pamangku, yaitu pemangku undagi yang berarti yang bersangkutan sudah
melalui proses pawintenan pamangku sebagai ritual penyucian
diri. Sebagai seorang Pamangku Undagi, setiap melakukan
proses pemahatan maupun proses pembuatan lainnya, maka
undagi tersebut pun terlebih dahulu menyucikan dirinya. Hal ini
bertujuan agar tapel Barong dan Rangda yang dihasilkan benarbenar memancarkan vibrasi kesucian yang kuat atau mecaya
(bercahaya spiritual). Konsentrasi si pemahat tapel Barong dan
Rangda untuk tapakan Ida Bhatara adalah tindakan tapa seorang
seniman untuk menghasilkan produk yang bermutu sebagaimana
halnya mpu keris melakukan konsentrasi dan mencurahkan
batinnya pada karya yang dibuatnya. Hal ini bertujuan untuk
menghasilkan karya yang mataksu.
E ). Proses pengecatan
Setelah tapel selesai diukir diakhiri dengan proses menghaluskan (ngamplas), maka tahap berikutnya adalah pengecatan.
Pengecatan disesuaikan dengan kebutuhan dan warna pilihan.
Diawali dengan penutupan pori-pori kayu dengan plamir
dan sejenisnya. Berikutnya pemolesan cat dasar dan terakhir
pemolesan cat dengan detail warna menurut bagian-bagian
yang dicat. Pada saat pengecatan Barong-Rangda ada beberapa jenis warna yang digunakan, dan Barong maupun Rangda yang
berkualitas baik adalah menggunakan warna alami. Misalnya
warna putih dibuat dari tulang, merah dengan kayu tiga gancu,
warna hitam dengan areng pohon pinus dan warna alami lainnya.
Namun belakangan sangat jarang menggunakan warna alami
karena prosesnya sangat lama, tetapi kualitas warna yang sangat
tahan lama dan almi sehingga Barong-Rangda Nampak hidup dan
matkasu.
Proses Pengecatan (ngodak) sesuhunan
F) Pembuatan Perlengkapan Lain
Selain proses penggarapan tapel, saat bersamaan juga
disiapkan perlengkapan lain, seperti membuat kerangka Barong
dan Rangda. Kerangka dibuat dengan bahan baku bambu tali
(Tiing tali) yang sudah dihaluskan dan dibelah sesuai dengan
kebutuhan. Keranjang Barong terdiri dari keranjang pundut,
yaitu dua buah keranjang yang dianyam dengan rotan dan bambu
tali. Lebar keranjang kira-kira satu meter persegi ditempatkan di
bagian depan dan yang lain di bagian belakang. Bagian depan
berbentuk setengah lingkaran, dan bagian belakang setengah
lingkaran lengkap dengan rotan besar sebagai pangkal ekor
Barong.
Perlengkapan liannya adalah tangga tali, sunan yang dipasang
di bagian tengah atas keranjang, di depan dan belakang, keduanya
dipasangi sunan sebagai penyangga Barong dan Rangda jika
ditarikan sebagai tempat kepala pemundut.
Selanjutnya bulu Barong dipasang dengan mempergunakan
tali dan praksok serta rambut Kuda yang sudah diikat dengan mempergunakan tangga tali. Kemudian, di bagian depan dipasang
bulu dengan warna hitam yang terbuat dari ijuk. Kemudian di
bagian ekor dipasangkan bulu Burung Merak sebanyak sembilan
helai bulu ekor. Pada bagian ekor Barong juga dipasang genta
kecil sebagai lonceng.
Cangkokan kaca, ini ditempel di ukiran Mal yang sudah
selesai di-prada dengan mempergunakan prada gede. Kemudian
pemasangan wastra, Angkep pala, ditempatkan di bagian depan
keranjang belakang dan di bagian belakang keranjang depan.
Kemudian, gelungan di atas keranjang depan. Garuda mungkur
di belakang atas keranjang depan. Berikutnya, ekor di bagian
belakang atas. Ampok-ampok di bagian samping keranjang depan
dan belakang. Badong di bagian depan keranjang depan.
F) Finishing
Pengerjaan akhir adalah finishing, yaitu memeriksa secara
keseluruhan hasil rakitan Barong maupun Rangda. Dalam
finishing ini bisa dilakukan suatu tes percobaan atau dipakai
seperti saat akan dimainkan. Setelah diperagakan akan terasa
enak atau tidaknya atau ada hal-hal lain yang perlu dibenahi.
Jika semua sudah dianggap baik maka Barong maupun Rangda
sudah siap digunakan dan untuk selanjutnya dilakukan prosesi
penyucian (sakralisasi).
Dengan selesainya pembentukan fisik Barong dan Rangda
berarti sudah siap disakralisasi untuk menyucikan tapak tersebut
dan memohonkan kekuatan gaib agar berkenan bersthana pada
tapakan. Prosesi sakralisasi Barong dan Rangda berlangsung
beberapa tahapan dan cukup rumit sehingga hanya sedikit orang
yang memiliki kemahiran di bidang ini. Hal ini mengingat setelah
Barong dan Randa itu berada dalam keadaan suci (sakral), maka
hal itu pun belum cukup memenuhi syarat untuk dijadikan
pratima atau pralingga Ida Bhatara. Ada tahap terakhir yang
harus di tempuh, yaitu pengisian jiwa atau roh dewata yang
dimohonkan hadir dan berstahanya padanya. Tahapan pengisian
atau penghidupan Barong dan Rangda agar dijiwai oleh kekuatan
suci kedewataan ini disebut upacara Ngereh, pelaksanaannya
disebut Ngerehang Barong dan Rangda. Hanya Barong dan Rangda yang sudah melewati prosesi penyucian dapat dilakukan
upacara Ngereh.
SUMBER LITERASI : Keberadaan Barong Dan Rangda dalam dinamika religius masyarakat Hindu Bali oleh Komang Indrawan
Komentar
Posting Komentar