Langsung ke konten utama

Unggulan

Sejarah Ida Ratu Gede Serongga Gianyar dan Bagaimana Desa Serongga menjalin tali silahturahmi dengan Desa Adat lain

    Berbagai cara desa adat di Bali menjalin hubungan baik entah dengan desa tetangga dan lainnya dengan cara tersendiri, namun keunikan lainnya Bali mempunyai cara menjalin hubungan antar desa melalui jalan keRohanian, Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berlandaskan keArifan Lokal.. seperti Desa Serongga Gianyar yang selama ratusan tahun dan hingga kini mengikat tali silahturahmi secara emosional melalui Kepercayaan thdp Tuhan YME, masyarakat mengenangnya melalui sejarah panjang yg diceritakan secara turun menurun kepada anak cucunya,, Serongga mempunyai jalinan Cinta Kasih dgn Desa Tojan Klungkung, Angganing Puri Siangan Gianyar, Desa Lebih dan Desa Tedung Gianyar serta Pasewitraan dgn Desa Tusan Klungkung yang di ikat semua dalam wujud Pasemetonan Ida Bhatara Petapakan, ada pun kepercayaan lokal yang berlandaskan keArifan Lokal masyarakat Desa Serongga mempercayai hal sebagai berikut. 1. Ida Bhatara Ratu Lingsir Pura Penataran Taman Sari Tojan Klungkung, pinaka Ida Bh...

Tahapan pembuatan tapel (topeng) Barong dan Rangda

 Berikut ini ini diuraikan tahapan pembuatan topeng dari Barong dan Rangda

1. Nyanjan.

    Proses ini adalah tahap awal pembuatan Barong dan Rangda dengan didahului matur piuning (mempermaklumkan ke hadapan Ida Bhatara) di pura tempat dimana nantinya Barong dan Rangda tersebut disthanakan sebagai pratima. Nyanjan ini biasanya disertai dengan pertanda gaib berupa adanya pemangku yang kerasukan Ida Bhatara untuk member petunjuk mengenai direstui tidaknya pembuatan atau perbaikan (kalau sebelumnya sudah ada) Barong maupun Rangda. Hasil dari proses Nyanjan di setiap tempat tentu berbeda-beda, tetapi ada kalanya petunjuk Ida Bhatara lewat Nyanjan itu sangat terinci, seperti menunjukkan dimana harus dicari bahan tapel Barong dan Rangda yang akan dibuat. Kalau petunjuk gaib tersebut menyebutkan bahwa bahan kayu tapel harus dicari di arah kaja kangin dari tempat pura, maka masyarakat harus menemukan pohon pule, kepuh, kepah (sesuai petunjuk) ke arah tersebut sampai kayu dimaksud ditemukan. Dan apabila kayu dimaksudkan sudah ketemu, maka dilanjutkan dengan mohon izin kepada pemilik kayu serta permohonan secara gaib. Dari proses ini sering muncul ikatan gaib antara Barong dan Rangda yang baru dibuat dengan tempat dimana kayu tersebut diperoleh. Ikatan ini terutama terjadi apabila kayu bahan tapel tersebut diperoleh di wewidangan pura tententu atau setra sebuah desa adat. Ikatan gaib dari Barong dan Rangda dengan tempat bahan tapel itu diperoleh biasanya ditandai dengan dihadirkannya Barong dan Rangda tersebut pada setiap pujawali  di pura tempat bahan tapel itu didapat. Ikatan simbolik ini tentu membawa ikatan sosial juga antara masyarakat penyungsung Barong dan Rangda yang baru dibuat itu dengan masyarakat tempat dimana bahan tapel tersebut diperoleh.


2. Ngepel Kayu / Nunas Taru

    Ngepel Kayu adalah proses pemotongan kayu bahan tapel di pohon yang masih berdiri kokoh, mengingat bahan tapel Barong dan Rangda tidak boleh berasal dari pohon yang sudah tumbang ataupun sudah mati walaupun masih berdiri. Diperlukan teknik khusus untuk memotong bahan tapel agar pohon induk tidak ikut roboh saar diambil sebagian kayunya. Ngepel kayu pun memilih hari dewasa ayu, biasanya dilakukan pada saat Tilem dengan terlebih dahulu memohon izin kepada dewaning taru bersarana banten Pajati yang berisikan Pras, Ajuman soda, dan Daksina lengkap dengan pesucian dan segehan cacah.

Video prosesi nunas taru
    
    Sebuah metode bisa ditempuh apabila berkehendak Barong dan Rangda yang akan dibuat tidak terikat secara sosial-ritual dengan tempat dimana bahan kayunya diambil. Apabila kedua pihak sepakat, yaitu antara pemohon kayu bahan tapel dan pemilik kayu pule, kepuh, kepah, dll bahwa Barong dan Rangda yang akan dibuat dari bahan tersebut nantinya tidak harus dihadirkan (katangkilang) pada setiap piodalan di pura tempat kayu itu dimohon (pemilik kayu), maka untuk memutuskan ikatan niskala dari unsur kegaiban dapat dilakukan dengan cara membawa potongan kayu seteleh dipotong dari batangnya ke segara (laut). Dengan mengikatkan tali pada potongan kayu tersebut, bahan tersebut dilemparkan ke laut sebagai simbolik dihanyutkan, tetapi talinya tetap dipegang sehingga potongan bahan tapel itu tidak hanyut sungguhan. Menurut kepercayaan Hindu segara adalah di bawah kekuasaan Hyang Baruna sehingga segala sesuatu yang sudah berada di lautan menjadi kekuasaannya. Setelah potongan kayu mengapung di air selanjutnya dilakukan upacara permohonan ke hadapan Bhatara Baruna, agar berkenan menganugerahkan kayu segara itu untuk dijadikan pelawatan Barong dan Rangda oleh masyarakat. Setelah prosesi itu bahan tapel tersebut dibawa pulang dan secara niskala sudah memutus hubungan dengan tempat dimana potongan kayu itu didapat sehingga kelak di kemudian hari tidak ada keharusan nangkilang tapakan tersebut ke tempat bahan pembuatnya dulu dicari, tetapi cukup turut dihadirkan apabila dikehendaki secara sukarela.

3. Membuat Barong dan Rangda


    Saat Ngepel kayu tersebut krama desa atau penyungsung pura yang akan menggunakan Barong dan Rangda tersebut turut datang mendak (menjemput) bahan tersebut disertai gamelan baleganjur (meski tidak harus demikian) kemudian potongan kayu kapundut (digotong) pulang dengan berjalan kaki. Bahan tapel terlebih dahulu kalinggihang (ditempatkan terlebih dahulu di pura tempat dimana Barong-Rangda tersebut akan dijadikan sungsungan untuk diberi wastra (pakaian) dan upacara matur piuning sebagaimana mestinya. Kemudian apabila sudah tiba waktu mulai pengukiran tapel tersebut, bahan kayu dibawa ke rumah undagi. Pahatan pertama adakalanya dilakukan oleh sulinggih sebelum digarap oleh undagi.

Seorang undagi sedang memahat tapel

    Waktu (kala) merupakan hal yang sangat penting dalam pembuatan sebuah pratima yang nantinya diharapkan dapat mataksu. Pembuatan benda-benda sakral harus dibuat dengan proses sakral pula, di antaranya pemilihan waktu yang dianggap keramat, pembuatnya dalam keadaan suci (tidak cuntaka), dibuat di tempat yang sudah disakralisasi, dan seterusnya.

    Saat yang ideal untuk Ngepel atau memotong kayu bahan tapel Barong dan Rangda ialah ketika jatuh pada sasih Kasa dan Karo, dan Sada. Pada ketiga sasih ini kayu berada dalam kondisi yang baik tingkat kekeringannya sehingga memudahkan untuk diukir. Pada sasih ini pohon-pohonan tidak sedang menyerap makanan (air) sehingga pori-pori kayu cenderung tertutup. Keadaan ini menciptakan kayu menjadi tahan lama dan tidak mudah lapuk. Sementara itu hari yang baik untuk memulai pembuatannya (mengukir tapel) adalah pada Kajeng Kliwon karena hari itu dianggap sakral (keramat) dimana Dewa Siwa disebutkan tengah beryoga pada hari tersebut. Oleh karena itu saat Kajeng Kliwon akan memiliki kekuatan atau daya sakti yang ampuh untuk membuat Barong ataupun Rangda. Sebagaimana yang berlaku dalam tradisi Hindu di Bali, hari Pasah hendaknya dihindari untuk kegiatan-kegiatan penting termasuk pembuatan tapel untuk tapakan.
    
    Barong dan Rangda yang bisa disebut Barong dan Rangda adalah yang bentuk fisiknya sudah selesai dan rampung melewati proses sakralisasi lewat upacara Ngereh di setra. Jadi, sebelum melalui proses upacara tersebut meskipun benda tersebut sudah berwujud Barong dan Rangda, maka status benda itu hanya sebagai “Barong Barongan” dan “Rangda-Rangdaan” atau imitasi Barong dan Rangda dan tidak dapat difungsikan sebagai tapakan Ida Bhatara. Khusus untuk proses pembuatan fisik Barong dan Rangda dapat diuraikan sebagaimana di bawah ini :

    A ) Pengumpulan Bahan

        Semua jenis bahan yang diperlukan meliputi kayu, rambut, kain, hiasan, maupun sarana pendukung lain dikumpulkan dalam suatu tempat tertentu agar mudah penggarapannya dan menyesuaikan (harmonisasi) ukuran dari tiap bagian Barong dan Rangda

    B) Pengolahan Kayu

        Kayu bahan tapel hendaknya diolah terlebih dahulu sebelum digarap. Kayu bahan sebaiknya direbus dahulu (punpun) dalam air mendidih. Beberapa kalangan menjadikan proses ini sebagai deteksi bahan Rangda, yaitu apabila air hasil rebusan yang satu lebih bening dengan yang lain, maka yang air rebusannya lebih bening dijadikan bahan Rangda Ratu Ayu (cat putih), dan yang air rebusannya warna kemerahan dijadikan bahan Rangda Ratu Mas atau bahan tapel Barong. Setelah perebusan cukup, maka kayu diangin-anginkan dan dilanjutkan dengan pengeringan hingga bahan siap diukir. Tingkat kekeringan kayu pun harus pas untuk menghindari terjadinya pengerutan setelah tapel diukir akibat kadar airnya masih tinggi.

    C ). Makalin (Membuat Bakal Tapel)

       Kayu yang sudah siap digarap mulai dibentuk dengan menggarap bakal atau sket globalnya. Biasanya dilakukan dengan membuat guratan atau sisiran-sisiran kasar yang mengarah pada bentuk dasar dari wajah Barong dan Rangda. Proses ini disebut makalin atau membentuk wujud kasar, kalau dalam bangunan fase ini adalah proses membuat fondasi. Tahap ini merupakan merekayasa desain awal sehingga setelah terbentuk bakal maka undagi (tukang pahat) sudah bisa memperkirakan dimana tempattempat untuk memahat mata, hidung, pipi maupun yang lain. Hal ini dilakukan agar terdapat keserasian posisi atau anatomi wajah tapel agar memudahkan pemahatan berikutnya.

    D), Memahat (ngukir tapel)

        Setelah pembuatan bakal atau bentuk dasar rampung, maka dilanjutkan untuk pemahatan sesuai desain dasar yang ada. Setiap undagi Barong dan Rangda memiliki pengetahuan tentang alat-alat pahatnya. Setiap alat memiliki fungsi masing-masing sehingga pemahat tinggal memakai sesuai corak pahatan yang akan dibuat.

        Seorang undagi Barong dan Rangda adalah seorang pamangku, yaitu pemangku undagi yang berarti yang bersangkutan sudah melalui proses pawintenan pamangku sebagai ritual penyucian diri. Sebagai seorang Pamangku Undagi, setiap melakukan proses pemahatan maupun proses pembuatan lainnya, maka undagi tersebut pun terlebih dahulu menyucikan dirinya. Hal ini bertujuan agar tapel Barong dan Rangda yang dihasilkan benarbenar memancarkan vibrasi kesucian yang kuat atau mecaya (bercahaya spiritual). Konsentrasi si pemahat tapel Barong dan Rangda untuk tapakan Ida Bhatara adalah tindakan tapa seorang seniman untuk menghasilkan produk yang bermutu sebagaimana halnya mpu keris melakukan konsentrasi dan mencurahkan batinnya pada karya yang dibuatnya. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan karya yang mataksu.

    E ). Proses pengecatan

        Setelah tapel selesai diukir diakhiri dengan proses menghaluskan (ngamplas), maka tahap berikutnya adalah pengecatan. Pengecatan disesuaikan dengan kebutuhan dan warna pilihan. Diawali dengan penutupan pori-pori kayu dengan plamir dan sejenisnya. Berikutnya pemolesan cat dasar dan terakhir pemolesan cat dengan detail warna menurut bagian-bagian yang dicat. Pada saat pengecatan Barong-Rangda ada beberapa jenis warna yang digunakan, dan Barong maupun Rangda yang berkualitas baik adalah menggunakan warna alami. Misalnya warna putih dibuat dari tulang, merah dengan kayu tiga gancu, warna hitam dengan areng pohon pinus dan warna alami lainnya. Namun belakangan sangat jarang menggunakan warna alami karena prosesnya sangat lama, tetapi kualitas warna yang sangat tahan lama dan almi sehingga Barong-Rangda Nampak hidup dan matkasu.

Proses Pengecatan (ngodak) sesuhunan

    F) Pembuatan Perlengkapan Lain

       Selain proses penggarapan tapel, saat bersamaan juga disiapkan perlengkapan lain, seperti membuat kerangka Barong dan Rangda. Kerangka dibuat dengan bahan baku bambu tali (Tiing tali) yang sudah dihaluskan dan dibelah sesuai dengan kebutuhan. Keranjang Barong terdiri dari keranjang pundut, yaitu dua buah keranjang yang dianyam dengan rotan dan bambu tali. Lebar keranjang kira-kira satu meter persegi ditempatkan di bagian depan dan yang lain di bagian belakang. Bagian depan berbentuk setengah lingkaran, dan bagian belakang setengah lingkaran lengkap dengan rotan besar sebagai pangkal ekor Barong.

        Perlengkapan liannya adalah tangga tali, sunan yang dipasang di bagian tengah atas keranjang, di depan dan belakang, keduanya dipasangi sunan sebagai penyangga Barong dan Rangda jika ditarikan sebagai tempat kepala pemundut.

       Selanjutnya bulu Barong dipasang dengan mempergunakan tali dan praksok serta rambut Kuda yang sudah diikat dengan mempergunakan tangga tali. Kemudian, di bagian depan dipasang bulu dengan warna hitam yang terbuat dari ijuk. Kemudian di bagian ekor dipasangkan bulu Burung Merak sebanyak sembilan helai bulu ekor. Pada bagian ekor Barong juga dipasang genta kecil sebagai lonceng.

        Cangkokan kaca, ini ditempel di ukiran Mal yang sudah selesai di-prada dengan mempergunakan prada gede. Kemudian pemasangan wastra, Angkep pala, ditempatkan di bagian depan keranjang belakang dan di bagian belakang keranjang depan. Kemudian, gelungan di atas keranjang depan. Garuda mungkur di belakang atas keranjang depan. Berikutnya, ekor di bagian belakang atas. Ampok-ampok di bagian samping keranjang depan dan belakang. Badong di bagian depan keranjang depan.

    F) Finishing

      Pengerjaan akhir adalah finishing, yaitu memeriksa secara keseluruhan hasil rakitan Barong maupun Rangda. Dalam finishing ini bisa dilakukan suatu tes percobaan atau dipakai seperti saat akan dimainkan. Setelah diperagakan akan terasa enak atau tidaknya atau ada hal-hal lain yang perlu dibenahi. Jika semua sudah dianggap baik maka Barong maupun Rangda sudah siap digunakan dan untuk selanjutnya dilakukan prosesi penyucian (sakralisasi).

         Dengan selesainya pembentukan fisik Barong dan Rangda berarti sudah siap disakralisasi untuk menyucikan tapak tersebut dan memohonkan kekuatan gaib agar berkenan bersthana pada tapakan. Prosesi sakralisasi Barong dan Rangda berlangsung beberapa tahapan dan cukup rumit sehingga hanya sedikit orang yang memiliki kemahiran di bidang ini. Hal ini mengingat setelah Barong dan Randa itu berada dalam keadaan suci (sakral), maka hal itu pun belum cukup memenuhi syarat untuk dijadikan pratima atau pralingga Ida Bhatara. Ada tahap terakhir yang harus di tempuh, yaitu pengisian jiwa atau roh dewata yang dimohonkan hadir dan berstahanya padanya. Tahapan pengisian atau penghidupan Barong dan Rangda agar dijiwai oleh kekuatan suci kedewataan ini disebut upacara Ngereh, pelaksanaannya disebut Ngerehang Barong dan Rangda. Hanya Barong dan Rangda yang sudah melewati prosesi penyucian dapat dilakukan upacara Ngereh.

SUMBER LITERASI : Keberadaan Barong Dan Rangda dalam dinamika religius masyarakat Hindu Bali oleh Komang Indrawan

Komentar